ABSTRAK
Masalah
rendahnya prestasi belajar siswa telah lama menjadi bahan pikiran para guru,
terutama pada mata pelajaran IPA. Rendahnya prestasi belajar siswa disebabkan oleh
beberapa faktor, antara lain tingkat kecerdasan
siswa yang kurang, kurangnya motivasi belajar siswa, cara mengajar guru
kurang menarik, atau media yang diperlukan dalam kegiatan belajar mengajar
kurang mencukupi kebutuhan siswa. Melalui penelitian ini, salah satu factor
tersebut dicoba untuk diatasi. Permasalahan kurangnya motivasi belajar siswa,
cara mengajar guru kurang menarik, atau kurangnya media yang diperlukan dalam
kegiatan belajar mengajar merupakan masalah yang berkaitan. Jumlah media atau alat
pelajaran yang kurang dapat dibantu menggunakan media buatan untuk mempermudah
siswa dalam proses belajar mengajar.Kegiatan penelitian ini dilakukan di SMP
Negeri 10 pada siswa kelas VII A dengan materi pengukuran, dan dilaksanakan
sejak awal kegiatan belajar tahun 2009. Adapun judul yang diambil dari penelitian ini yaitu PENGGUNAAN MEDIA BANTU
PENAMPANG JANGKA SORONG DALAM MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR IPA SISWA KELAS VII
A SMP NEGERI 10 PROBOLINGGO
A. Pendahuluan
1. Latar
Belakang
Dalam Permendiknas nomor 22 th 2006
(Standar Isi) disebutkan bahwa Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi
Dasar (KD) IPA di SMP/MTs merupakan standar minimum yang secara nasional harus
dicapai oleh peserta didik dan menjadi acuan dalam pengembangan kurikulum di
setiap satuan pendidikan. Pencapaian SK dan KD didasarkan pada pemberdayaan
peserta didik untuk membangun kemampuan, bekerja ilmiah, dan pengetahuan
sendiri yang difasilitasi oleh guru.
SKL IPA SMP/MTs no. 1 “Melakukan
pengamatan dengan peralatan yang sesuai, melaksanakan percobaan sesuai
prosedur, mencatat hasil pengamatan dan pengukuran dalam tabel dan grafik yang
sesuai, membuat kesimpulan dan mengkomunikasikannya secara lisan dan tertulis
sesuai dengan bukti yang diperoleh”(Permendiknas nomor 23 Th 2006 - Standar Kompetensi Lulusan)
Fisika sebagai
bagian dari IPA atau
Sains yang pada
hakekatnya merupakan ilmu pengetahuan
yang diperoleh berdasarkan
fakta, hasil pemikiran para ahli dan hasil-hasil eksperimen yang dilakukan para ahli. Perkembangan sains ditunjukkan oleh
produk ilmiah berupa fakta, teori, konsep dan generalisasi. Seiring dengan itu
berkembang juga metode ilmiah dan sikap ilmiah.Metode dan sikap ilmiah tersebut
meliputi : (1) mengembangkan dan menggunakan ketrampilan proses untuk
memperoleh konsep-konsep fisika ; (2) melatih siswa menggunakan metode ilmiah
dalam memecahkan masalah yang dihadapinya ; (3) memupuk daya kreasi dan
kemampuan bernalar ; (4) menunjang mata pelajaran IPA lain (Biologi) dan mata
pelajaran lainnya serta membantu siswa memahami gagasan atau informasi baru
dalam teknologi (Depdikbud, 1993 : 1)
Banyak cara untuk menyampaikan materi pelajaran sains
yang telah dikembangkan oleh pakar perancang pembelajaran. Pengajaran langsung
(direct instruction) merupakan salah satu model pembelajaran yang efektif untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran fisika khususnya materi pelajaran yang
mempunyai karakteristik pengetahuan prosedural dan pengetahuan deklaratif.
Sehingga dengan model pengajaran langsung diharapkan pemahaman pengetahuan
prosedural dan deklaratif siswa dapat meningkat.
Pengajaran langsung didasarkan pada prinsip-prinsip
belajar perilaku dan teori belajar sosial. Pengajaran langsung dirancang khusus
untuk menunjang proses belajar yang berkaitan dengan pengetahuan deklaratif dan
pengetahuan prosedural yang telah terstruktur dengan baik. Model pengajaran
langsung ini dapat diajarkan dengan pola kegiatan selangkah demi selangkah
(Arends, 1997).
Pada materi IPA kelas VII semester 1 siswa
mempelajari materi IPA dengan Standar Kompetensi 1.Memahami prosedur ilmiah untuk
mempelajari benda-benda alam dengan menggunakan peralatan.Kompetensi
Dasar 1.3 Melakukan pengukuran dasar secara teliti dengan
menggunakan alat ukur yang sesuai dan sering digunakan dalam kehidupan
sehari-hari.
Pada KD 1.3 Melakukan
pengukuran dasar secara teliti dengan menggunakan alat ukur yang sesuai dan
sering digunakan dalam kehidupan sehari-harisiswa
mempelajari cara menggunakan dan membaca hasil pengukuran beberapa jenis alat
ukur yang mempunyai karakteristik pengetahuan prosedural dan pengetahuan
deklaratif. Sehingga pembelajaran pada materi Pengukuran ini cocok menggunakan
model pengajaran langsung.
Pada
materi Pengukuransiswa diajarkan cara mengukur besaran Panjang, Massa, dan
Waktu. Pada pengukuran besaran panjang, siswa diajarkan cara menggunakan alat
ukur antara lain penggaris, jangka sorongdan mikrometer. Untuk pengukuran
besaran massa siswa diajarkan cara menggunakan Neraca Ohaus. Sedangkan
pengukuran besaran waktu siswa diajarkan cara menggunakan stop watch.
Banyaknya
alat ukur yang digunakan pada kegiatan, dan banyaknya alat yang belum siswa
kenal, menyebabkan dibutuhkannya waktu yang cukup banyak untuk membahas materi
tersebut.Permasalahan yang dihadapi ternyata tidak hanya itu, karena jumlah
alat yang dimiliki sekolah juga mempengaruhi berapa lama waktu yang diperlukan
untuk membahas materi dan kedalaman materi yang dapat/mampu diserap oleh siswa.
Untuk
membantu siswa dalam proses transfer pengetahuan yang baru mereka kenal seperti
pengenalan alat ukur, kebutuhan adanya alat ukur yang digunakan mutlak diperlukan.Namun
keterbatasan jumlah alat yang dimiliki sekolah, seharusnya tidak mempengaruhi
semangat guru dalam kegiatan belajar mengajar.
Dengan
keterbatasan kondisi peralatan laboratorium sekolah, guru dituntut untuk lebih
kreatif. Guru harus dapat berinovasi dalam kegiatan belajar mengajar dengan
memanfaatkan dan memaksimalkan potensi yang dimiliki sekolah.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti memilih materi Pengukuran (KD 1.3) khususnya
tentang jangka sorong untuk kegiatan penelitian.Pemilihan ini didasarkan
pada banyaknya pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural dalam materi tersebut.Penulis
bermaksud mengadakan penelitian tentang Penggunaan media bantu Penampang Jangka
sorong dalam meningkatkan prestasi belajar ipa siswa kelas VII A SMP Negeri 10
Probolinggo
2. Perumusan
Masalah
Beberapa masalah yang terdapat di sekolah tempat
penelitian dilaksanakan, yang terindentifikasi adalah :
Pertama, Nilai
Ujian Tengah semester yang dicapai siswa khususnya pada pembacaan alat ukur
jangka sorong rendah.
Kedua, Siswa
tidak dapat atau tidak terampil menggunakan dan membaca hasil pengukuran jangka sorong untuk kegiatan
pengamatan atau percobaan dengan baik.
Ketiga, Jumlah alat ukur yang dimiliki
laboratorium sekolah terutama jangka sorong terbatas (ada 2).
Keempat, Waktu yang diperlukan untuk membahas
materi Pengukuran dalam Silabus dan RPP kurang atau tidak sebanding dengan
jumlah alat ukur yang dimiliki sekolah,
Dalam penelitian ini peneliti membatasi pada cakupan
yang memungkinkan dilaksanakan. Adapun keterbatasan yang dimaksud adalah :
1) Penelitian dilakukan pada materi
Pengukuran dan di khususkan pada penggunaan dan cara membaca hasil pengukuran
Jangka sorong.
2) Sasaran
penelitian terbatas pada siswa kelas VII-A di SMP Negeri 10
Probolinggo.
3. Tujuan
Penelitian
Berdasarkan
masalah yang diidentifikasi di atas, penelitian ini bertujuan agar :
1)
Nilai Ujian siswa khususnya pada pembacaan alat
ukur jangka sorong menjadi lebih baik.
2)
Siswa dapat atau terampil menggunakan dan membaca
hasil pengukuran jangka sorong untuk kegiatan pengamatan atau percobaan dengan
baik.
3)
Jumlah alat ukur yang dimiliki laboratorium sekolah
terutama jangka sorong bias ditambah.
4)
Waktu yang diperlukan untuk membahas materi
Pengukuran dalam Silabus dan RPP ditambah.
B. PEMBAHASAN
1.
Kajian
Teori
Fisika
adalah bagian dari IPA
atau Sains yang pada
hakekatnya merupakan ilmu pengetahuan
yang diperoleh berdasarkan
fakta, hasil pemikiran para ahli dan hasil-hasil eksperimen yang dilakukan para ahli.Perkembangan sains ditunjukkan oleh
produk ilmiah berupa fakta, teori, konsep dan generalisasi.
Fungsi pembelajaran fisika di SMP juga mencakup komponen-komponen produk ilmiah,
metode ilmiah dan sikap ilmiah. Metode dan sikap ilmiah tersebut meliputi : (1)
mengembangkan dan menggunakan ketrampilan proses untuk memperoleh konsep-konsep
fisika ; (2) melatih siswa menggunakan metode ilmiah dalam memecahkan masalah
yang dihadapinya ; (3) memupuk daya kreasi dan kemampuan bernalar ; (4)
menunjang mata pelajaran IPA lain (Biologi) dan mata pelajaran lainnya serta
membantu siswa memahami gagasan atau informasi baru dalam teknologi (Depdikbud,
1993 : 1).
Agar
tercapai tujuan/fungsi pembelajaran fisika (IPA) sebagaimana tertuang dalam
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 dan 23 tersebut,banyak carayang bisa digunakan dalam kegiatan
belajar mengajar. Untuk menyampaikan materi pelajaran telah dikembangkan
berbagai model pembelajaran oleh
pakar perancang pembelajaran.Berbagai
model pembelajaran yang telah dikembangkan dan banyak digunakan antara lain : model
pembelajaran kooperative (cooperative learning), model pengajaran langsung
(direct instruction), dan model pengajaran
berdasarkan masalah (problem based instruction).
Pengajaran langsung (direct instruction) merupakan salah satu
model pembelajaran yang efektif untuk meningkatkan kualitas pembelajaran fisika
khususnya materi pelajaran yang mempunyai karakteristik pengetahuan prosedural
dan pengetahuan deklaratif. Dengan
model pengajaran langsung diharapkan pemahaman pengetahuan prosedural dan
deklaratif siswa dapat meningkat. Pengajaran langsung adalah pembelajaran yang
dirancang khusus untuk membimbing siswa belajar pengetahuan prosedural dan
pengetahuan deklaratif yang diajarkan langkah demi langkah (Arends, 1997).
Pengajaran langsung didasarkan pada prinsip-prinsip belajar
perilaku dan teori belajar sosial yang dikembangkan oleh Albert Bandura. Menurut Bandura, ada empat fase
belajar dari model, yaitu fase perhatian (attentional phase), fase retensi
(retention phase), fase reproduksi (reproduction phase) dan fase motivasi
(motivasi phase).
Pengajaran langsung dirancang khusus untuk menunjang proses
belajar yang berkaitan dengan pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural
yang telah terstruktur dengan baik. Model pengajaran langsung ini dapat
diajarkan dengan pola kegiatan selangkah demi selangkah (Arends, 1997).
Ada lima
fase atau langkah penting dalam pengajaran langsung. Lima fase model pengajaran
langsung itu diikhtisarkan sebagaimana tabelberikut :
Tabel Sintaks Model Pengajaran Langsung
Fase
|
Perilaku Guru
|
Fase 1:
Menyampaikan tujuan dan memotifvasi siswa
Fase 2: Mempresentasikan pengetahuan atau mendemonstrasikan
ketrampilan.
Fase 3: Memberi latihan terbimbing
Fase 4: Mengecek pemahaman dan member umpan balik.
Fase 5: Memberi latihan lanjutan dan transfer.
|
Guru mengkomunikasikan garis
besar tujuan pelajaran tersebut, member informasi latar belakang, dan
menjelaskan mengapa pelajaran itu penting. Mempersiapkan siswa untuk belajar.
Guru mempresentasikan pengetahuan tersebut
dengan benar atau mendemonstrasikan ketrampilan langkah demi langkah.
Guru memberi dan membimbing latihan awal.
Guru mengecek untuk mencari tahu apakah
siswa melakukan tugas dengan benar dan memberi umpan balik.
Guru mempersiapkan kondisi untuk latihan
lanjutan dengan memusatkan perhatian pada transfer ketrampilan tersebut ke
situasi-situasi lebih kompleks.
|
2.
Proses
Pembelajaran Inovasi
Pada kegiatan pembelajaran awal (sebelum dilakukan inovasi pembelajaran)
siswa telah mengikuti proses pembelajaran sebagaimana telah dituliskan dalam
RPP. Namun tidak semua kelompok menerima alat secara lengkap, karena
keterbatasan peralatan laboratorium yang dimiliki oleh sekolah.
Ketersedian alat yang
dimiliki laboratorium IPA SMP Negeri 10 Probolinggo untuk kegiatan pembelajaran
KD 1.3 (materi pengukuran) terbatas dalam hal jumlah, sebagaimana terlihat dari
data pada tabel berikut :
Tabel Ketersediaan alat Laboratorium IPA untuk KD 1.3
No
|
Nama
Alat Laboratorium
|
Jumlah
|
Kondisi
Alat
|
1
2
3
4
5
|
Jangka sorong
Mikrometer skrup
Neraca Ohaus 3 lengan
Neraca Ohaus 4 lengan
Stop watch
|
2
1
5
5
6
|
Baik
Rusak
Baik
Baik
baik
|
Dengan
kondisi peralatan yang terbatas maka siswa dibagi dalam lima kelompok, dimana
masing-masing kelompok berjumlah delapan siswa. Pada pembahasan Neraca Ohauss
dan Stop watch tidak terlalu bermasalah
karena jumlah peralatan masih mencukupi untuk setiap kelompok. Namun pada
pembahasan alat ukur panjang yaitu pada materi jangka sorong dan micrometer
skrup tidak dapat dilakukan kegiatan sesuai dengan RPP karena keterbatasan
peralatan yang ada.Pada materi jangka sorong siswa dilatih secara bergantian
dan bergiliran secara berkelompok.
Karena
hanya dua jangka sorong yang ada maka pembelajaran untuk materi jangka sorong
kurang maksimal. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata nilai yang diperoleh
siswa kelas VII A untuk materi jangka sorong
pada Ulangan Tengah Semester hanya 37,5.
Dengan
keterbatasan peralatan itu maka perlu dilakukan inovasi dalam kegiatan
pembelajaran jangka sorong, sehingga semua siswa dapat melakukan kegiatan
secara bersama. Sebagai pengganti jangka sorong yang digunakan siswa dalam
pembelajaran dibuatlah media
bantu Penampang Jangka sorong.
Penampang
Jangka sorong dapat dibuat menggunakan plastic transparan untuk presentasi guru
di depan kelas. Dan juga dapat dibuat dengan menggunakan kertas sebagaimana
gambar terlampir yang dapat dipakai siswa untuk belajar membaca hasil
pengukuran menggunakan jangka sorong.
Penampang
Jangka Sorong dibuat untuk mempermudah pemahaman siswa dalam mempelajari cara
menggunakan Jangka Sorong terutama cara membaca hasil pengukuran. Untuk membuat
dan menggunakan Penampang Jangka Sorong diperlukan peralatan sebagai berikut :
1.
Plastik Transparan
2.
Spidol
3.
OHP
Dalam membuat Penampang Jangka Sorong, pada plastik
transparan digambar Penampang Jangka Sorong yang terdiri dari dua macam skala,
yaitu skala utama dan skala nonius yang
dibuat pada plastik transparan atau kertas yang berbeda, agar dapat digerakkan atau dipindahkan
sesuai dengan keinginan kita.
Untuk menggunakan Penampang Jangka Sorong diperlukan
OHP dan Layar, Cara menggunakannya :
·
Letakkan Skala Utama Penampang Jangka Sorong
pada OHP
·
Letakkan skala Nonius diatas skala utama.
·
Geser
skala nonius sesuai dengan pengukuran yang dilakukan
·
Hasil pengukuran diperoleh dengan menggabungkan
penunjukkan skala utama dengan skala nonius.
Dengan menggunakan media
bantu penampang jangka sorong, akan mempermudah bagi guru dalam
mempresentasikan pada siswa bagaimana
cara pembacaan skala jangka sorong dengan lebih jelas, dan sekaligus
untuk seluruh siswa di kelas. Jika tidak menggunakan media bantu penampang
jangka sorong maka guru akan kesulitan menjelaskan kepada seluruh kelas secara
langsung dan bersama karena alat ukur jangka sorong yang berukuran kecil.
Setelah siswa
belajarmembaca skala jangka sorong menggunakan media bantu, siswa secara
bergantian dapat menerapkan lansung menggunakan alat ukur yang sebenarnya
3.
Proses Penilaian
Setelah melakukan
presentasi cara membaca skala jangka sorong menggunakan media bantu, dan siswa telah
mencoba menerapkan lansung menggunakan alat ukur yang sebenarnya, untuk melihat
hasil yang dicapai siswa dalam belajar maka siswa mengerjakan soal – soal
berikut :
TULISLAH HASIL PENGUKURAN
PANJANG MENGGUNAKAN JANGKA SORONG BERDASARKAN GAMBAR BERIKUT !
4. Laporan Hasil Akhir Pembelajaran
Dengan menggunakan format penilaian diatas maka
diperoleh hasil penilaian sebagaimana data berikut :
Tabel Hasil Penilaian Siswa Kelas VII A
C. PENUTUP
Kesimpulan
Berdarkan Uraian di atas dapat
diambil kesimpulan bahwa :
1)
Nilai Ujian/test siswa khususnya pada pembacaan alat ukur jangka sorong dapat meningkat.
2)
Siswa dapat atau terampil menggunakan dan
membaca hasil pengukuran jangka sorong untuk kegiatan pengamatan atau percobaan
dengan baik.
3) Jumlah alat ukur yang dimiliki laboratorium sekolah
terutama jangka sorong harus ditambah, agar pembelajaran siswa lebih lancer dan
mencapai hasil yang lebih maksimal.
4)
Waktu yang diperlukan untuk membahas materi
Pengukuran dalam Silabus dan RPP ditambah, agar penguasaan siswa terhadap
masing-masing alat ukur dapat menjadi lebih baik.
5)
Keterbatasan alat yang dimiliki sekolah seharusnya
tidak menghalangi siswa dalam kegiatan belajar, tapi menuntut kreatifitas guru
dalam berinovasi dalam proses pembelajaran.
DAFTAR RUJUKAN
Mohammad Nur, Prof. Dr.,Guru yang Berhasil dan Model
Pengajaran Langsung, Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat
Pendidikan Dasar dan Menengah Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) Jawa
Timur, 2005
Mohammad Nur, Prof. Dr.,Pembelajaran Kooperatif,
Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah
Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) Jawa Timur, 2005
Tri Waluyo, M.Pd. Drs.,Teori-Teori Belajar,
Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Jendral Peningkatan Mutu Pendidik
dan Tenaga Kependidikan Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) Jawa Timur,
2006
Ali Saukah,M.A., Ph.D.,Pedoman Penulisan Karya Ilmiah,
IKIP Malang, 1993
Wartono,Materi Pelatihan Terintegrasi Mata Pelajaran
Sains, Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Pendidikan Dasar dan
Menengah Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama, 2004
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22,
Standar
Isi,2006
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23,
Standar
Kompetensi Lulusan,2006
Tidak ada komentar:
Posting Komentar