Jumat, 17 Juni 2016

PENGGUNAAN MEDIA BANTU PENAMPANG JANGKA SORONG DALAM MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR IPA SISWA KELAS VII A SMP NEGERI 10 PROBOLINGGO

                                                                      ABSTRAK

Masalah rendahnya prestasi belajar siswa telah lama menjadi bahan pikiran para guru, terutama pada mata pelajaran IPA. Rendahnya prestasi belajar siswa disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain tingkat kecerdasan  siswa yang kurang, kurangnya motivasi belajar siswa, cara mengajar guru kurang menarik, atau media yang diperlukan dalam kegiatan belajar mengajar kurang mencukupi kebutuhan siswa. Melalui penelitian ini, salah satu factor tersebut dicoba untuk diatasi. Permasalahan kurangnya motivasi belajar siswa, cara mengajar guru kurang menarik, atau kurangnya media yang diperlukan dalam kegiatan belajar mengajar merupakan masalah yang berkaitan. Jumlah media atau alat pelajaran yang kurang dapat dibantu menggunakan media buatan untuk mempermudah siswa dalam proses belajar mengajar.Kegiatan penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 10 pada siswa kelas VII A dengan materi pengukuran, dan dilaksanakan sejak awal kegiatan belajar tahun 2009. Adapun judul yang diambil dari  penelitian ini yaitu PENGGUNAAN MEDIA BANTU PENAMPANG JANGKA SORONG DALAM MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR IPA SISWA KELAS VII A SMP NEGERI 10 PROBOLINGGO


Kata kunci: prestasi belajar, belajar, media, jangka sorong


A. Pendahuluan



1.      Latar Belakang
Dalam Permendiknas nomor 22 th 2006  (Standar Isi) disebutkan bahwa Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) IPA di SMP/MTs merupakan standar minimum yang secara nasional harus dicapai oleh peserta didik dan menjadi acuan dalam pengembangan kurikulum di setiap satuan pendidikan. Pencapaian SK dan KD didasarkan pada pemberdayaan peserta didik untuk membangun kemampuan, bekerja ilmiah, dan pengetahuan sendiri yang difasilitasi oleh guru.
            SKL IPA SMP/MTs no. 1 “Melakukan pengamatan dengan peralatan yang sesuai, melaksanakan percobaan sesuai prosedur, mencatat hasil pengamatan dan pengukuran dalam tabel dan grafik yang sesuai, membuat kesimpulan dan mengkomunikasikannya secara lisan dan tertulis sesuai dengan bukti yang diperoleh”(Permendiknas nomor 23 Th 2006 - Standar Kompetensi Lulusan)
Fisika sebagai bagian dari IPA atau Sains yang pada hakekatnya merupakan ilmu pengetahuan yang diperoleh berdasarkan fakta, hasil pemikiran para ahli dan hasil-hasil eksperimen yang dilakukan para ahli. Perkembangan sains ditunjukkan oleh produk ilmiah berupa fakta, teori, konsep dan generalisasi. Seiring dengan itu berkembang juga metode ilmiah dan sikap ilmiah.Metode dan sikap ilmiah tersebut meliputi : (1) mengembangkan dan menggunakan ketrampilan proses untuk memperoleh konsep-konsep fisika ; (2) melatih siswa menggunakan metode ilmiah dalam memecahkan masalah yang dihadapinya ; (3) memupuk daya kreasi dan kemampuan bernalar ; (4) menunjang mata pelajaran IPA lain (Biologi) dan mata pelajaran lainnya serta membantu siswa memahami gagasan atau informasi baru dalam teknologi (Depdikbud, 1993 : 1)
Banyak cara untuk menyampaikan materi pelajaran sains yang telah dikembangkan oleh pakar perancang pembelajaran. Pengajaran langsung (direct instruction) merupakan salah satu model pembelajaran yang efektif untuk meningkatkan kualitas pembelajaran fisika khususnya materi pelajaran yang mempunyai karakteristik pengetahuan prosedural dan pengetahuan deklaratif. Sehingga dengan model pengajaran langsung diharapkan pemahaman pengetahuan prosedural dan deklaratif siswa dapat meningkat.
Pengajaran langsung didasarkan pada prinsip-prinsip belajar perilaku dan teori belajar sosial. Pengajaran langsung dirancang khusus untuk menunjang proses belajar yang berkaitan dengan pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural yang telah terstruktur dengan baik. Model pengajaran langsung ini dapat diajarkan dengan pola kegiatan selangkah demi selangkah (Arends, 1997).
Pada materi IPA kelas VII semester 1 siswa mempelajari materi IPA dengan Standar Kompetensi 1.Memahami prosedur ilmiah untuk mempelajari benda-benda alam dengan menggunakan peralatan.Kompetensi Dasar 1.3 Melakukan pengukuran dasar secara teliti dengan menggunakan alat ukur yang sesuai dan sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Pada KD 1.3 Melakukan pengukuran dasar secara teliti dengan menggunakan alat ukur yang sesuai dan sering digunakan dalam kehidupan sehari-harisiswa mempelajari cara menggunakan dan membaca hasil pengukuran beberapa jenis alat ukur yang mempunyai karakteristik pengetahuan prosedural dan pengetahuan deklaratif. Sehingga pembelajaran pada materi Pengukuran ini cocok menggunakan model pengajaran langsung.
Pada materi Pengukuransiswa diajarkan cara mengukur besaran Panjang, Massa, dan Waktu. Pada pengukuran besaran panjang, siswa diajarkan cara menggunakan alat ukur antara lain penggaris, jangka sorongdan mikrometer. Untuk pengukuran besaran massa siswa diajarkan cara menggunakan Neraca Ohaus. Sedangkan pengukuran besaran waktu siswa diajarkan cara menggunakan stop watch.
Banyaknya alat ukur yang digunakan pada kegiatan, dan banyaknya alat yang belum siswa kenal, menyebabkan dibutuhkannya waktu yang cukup banyak untuk membahas materi tersebut.Permasalahan yang dihadapi ternyata tidak hanya itu, karena jumlah alat yang dimiliki sekolah juga mempengaruhi berapa lama waktu yang diperlukan untuk membahas materi dan kedalaman materi yang dapat/mampu diserap oleh siswa.
Untuk membantu siswa dalam proses transfer pengetahuan yang baru mereka kenal seperti pengenalan alat ukur, kebutuhan adanya alat ukur yang digunakan mutlak diperlukan.Namun keterbatasan jumlah alat yang dimiliki sekolah, seharusnya tidak mempengaruhi semangat guru dalam kegiatan belajar mengajar.
Dengan keterbatasan kondisi peralatan laboratorium sekolah, guru dituntut untuk lebih kreatif. Guru harus dapat berinovasi dalam kegiatan belajar mengajar dengan memanfaatkan dan memaksimalkan potensi yang dimiliki sekolah.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti memilih materi Pengukuran (KD 1.3) khususnya tentang jangka sorong untuk kegiatan penelitian.Pemilihan ini didasarkan pada banyaknya pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural dalam materi tersebut.Penulis bermaksud mengadakan penelitian tentang Penggunaan media bantu Penampang Jangka sorong dalam meningkatkan prestasi belajar ipa siswa kelas VII A SMP Negeri 10 Probolinggo

2.      Perumusan Masalah
Beberapa masalah yang terdapat di sekolah tempat penelitian dilaksanakan, yang terindentifikasi adalah :
Pertama, Nilai Ujian Tengah semester yang dicapai siswa khususnya pada pembacaan alat ukur jangka sorong rendah.
Kedua, Siswa tidak dapat atau tidak terampil menggunakan dan membaca hasil pengukuran jangka sorong untuk kegiatan pengamatan atau percobaan dengan baik.
Ketiga, Jumlah alat ukur yang dimiliki laboratorium sekolah terutama jangka sorong terbatas (ada 2).
Keempat, Waktu yang diperlukan untuk membahas materi Pengukuran dalam Silabus dan RPP kurang atau tidak sebanding dengan jumlah alat ukur yang dimiliki sekolah,
Dalam penelitian ini peneliti membatasi pada cakupan yang memungkinkan dilaksanakan. Adapun keterbatasan yang dimaksud adalah :
1)      Penelitian dilakukan pada materi Pengukuran dan di khususkan pada penggunaan dan cara membaca hasil pengukuran Jangka sorong.
2)      Sasaran penelitian terbatas pada siswa kelas VII-A di SMP Negeri 10 Probolinggo.

3.      Tujuan Penelitian
Berdasarkan masalah yang diidentifikasi di atas, penelitian ini bertujuan agar :
1)        Nilai Ujian siswa khususnya pada pembacaan alat ukur jangka sorong menjadi lebih baik.
2)        Siswa dapat atau terampil menggunakan dan membaca hasil pengukuran jangka sorong untuk kegiatan pengamatan atau percobaan dengan baik.
3)        Jumlah alat ukur yang dimiliki laboratorium sekolah terutama jangka sorong bias ditambah.
4)        Waktu yang diperlukan untuk membahas materi Pengukuran dalam Silabus dan RPP ditambah.





B.     PEMBAHASAN


1.                  Kajian Teori
Fisika adalah bagian dari IPA atau Sains yang pada hakekatnya merupakan ilmu pengetahuan yang diperoleh berdasarkan fakta, hasil pemikiran para ahli dan hasil-hasil eksperimen yang dilakukan para ahli.Perkembangan sains ditunjukkan oleh produk ilmiah berupa fakta, teori, konsep dan generalisasi.
Fungsi pembelajaran fisika di SMP juga mencakup komponen-komponen produk ilmiah, metode ilmiah dan sikap ilmiah. Metode dan sikap ilmiah tersebut meliputi : (1) mengembangkan dan menggunakan ketrampilan proses untuk memperoleh konsep-konsep fisika ; (2) melatih siswa menggunakan metode ilmiah dalam memecahkan masalah yang dihadapinya ; (3) memupuk daya kreasi dan kemampuan bernalar ; (4) menunjang mata pelajaran IPA lain (Biologi) dan mata pelajaran lainnya serta membantu siswa memahami gagasan atau informasi baru dalam teknologi (Depdikbud, 1993 : 1).
Agar tercapai tujuan/fungsi pembelajaran fisika (IPA) sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 dan 23 tersebut,banyak carayang bisa digunakan dalam kegiatan belajar mengajar. Untuk menyampaikan materi pelajaran telah dikembangkan berbagai model pembelajaran oleh pakar perancang pembelajaran.Berbagai model pembelajaran yang telah dikembangkan dan banyak digunakan antara lain : model pembelajaran kooperative (cooperative learning), model pengajaran langsung (direct instruction), dan model pengajaran  berdasarkan masalah (problem based instruction).
Pengajaran langsung (direct instruction) merupakan salah satu model pembelajaran yang efektif untuk meningkatkan kualitas pembelajaran fisika khususnya materi pelajaran yang mempunyai karakteristik pengetahuan prosedural dan pengetahuan deklaratif. Dengan model pengajaran langsung diharapkan pemahaman pengetahuan prosedural dan deklaratif siswa dapat meningkat. Pengajaran langsung adalah pembelajaran yang dirancang khusus untuk membimbing siswa belajar pengetahuan prosedural dan pengetahuan deklaratif yang diajarkan langkah demi langkah (Arends, 1997).
Pengajaran langsung didasarkan pada prinsip-prinsip belajar perilaku dan teori belajar sosial yang dikembangkan oleh Albert Bandura. Menurut Bandura, ada empat fase belajar dari model, yaitu fase perhatian (attentional phase), fase retensi (retention phase), fase reproduksi (reproduction phase) dan fase motivasi (motivasi phase).
Pengajaran langsung dirancang khusus untuk menunjang proses belajar yang berkaitan dengan pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural yang telah terstruktur dengan baik. Model pengajaran langsung ini dapat diajarkan dengan pola kegiatan selangkah demi selangkah (Arends, 1997).
Ada lima fase atau langkah penting dalam pengajaran langsung. Lima fase model pengajaran langsung itu diikhtisarkan sebagaimana tabelberikut :

            Tabel Sintaks Model Pengajaran Langsung

Fase

Perilaku Guru

 

Fase 1: Menyampaikan tujuan dan memotifvasi siswa





Fase 2: Mempresentasikan pengetahuan atau mendemonstrasikan ketrampilan.

Fase 3: Memberi latihan terbimbing

Fase 4: Mengecek pemahaman dan member umpan balik.


Fase 5: Memberi latihan lanjutan dan transfer.

 

Guru mengkomunikasikan garis besar tujuan pelajaran tersebut, member informasi latar belakang, dan menjelaskan mengapa pelajaran itu penting. Mempersiapkan siswa untuk belajar.


Guru mempresentasikan pengetahuan tersebut dengan benar atau mendemonstrasikan ketrampilan langkah demi langkah.

Guru memberi dan membimbing  latihan awal.

Guru mengecek untuk mencari tahu apakah siswa melakukan tugas dengan benar dan memberi umpan balik.

Guru mempersiapkan kondisi untuk latihan lanjutan dengan memusatkan perhatian pada transfer ketrampilan tersebut ke situasi-situasi lebih kompleks.

 

2.             Proses Pembelajaran Inovasi
Pada kegiatan pembelajaran awal (sebelum dilakukan inovasi pembelajaran) siswa telah mengikuti proses pembelajaran sebagaimana telah dituliskan dalam RPP. Namun tidak semua kelompok menerima alat secara lengkap, karena keterbatasan peralatan laboratorium yang dimiliki oleh sekolah.
                        Ketersedian alat yang dimiliki laboratorium IPA SMP Negeri 10 Probolinggo untuk kegiatan pembelajaran KD 1.3 (materi pengukuran) terbatas dalam hal jumlah, sebagaimana terlihat dari data pada tabel berikut :



Tabel Ketersediaan alat Laboratorium IPA untuk KD 1.3
No
Nama Alat Laboratorium
Jumlah
Kondisi Alat
1
2
3
4
5
Jangka sorong
Mikrometer skrup
Neraca Ohaus 3 lengan
Neraca Ohaus 4 lengan
Stop watch
2
1
5
5
6
Baik
Rusak
Baik
Baik
baik

                        Dengan kondisi peralatan yang terbatas maka siswa dibagi dalam lima kelompok, dimana masing-masing kelompok berjumlah delapan siswa. Pada pembahasan Neraca Ohauss dan Stop watch tidak  terlalu bermasalah karena jumlah peralatan masih mencukupi untuk setiap kelompok. Namun pada pembahasan alat ukur panjang yaitu pada materi jangka sorong dan micrometer skrup tidak dapat dilakukan kegiatan sesuai dengan RPP karena keterbatasan peralatan yang ada.Pada materi jangka sorong siswa dilatih secara bergantian dan bergiliran secara berkelompok.
                        Karena hanya dua jangka sorong yang ada maka pembelajaran untuk materi jangka sorong kurang maksimal. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata nilai yang diperoleh siswa kelas VII A untuk materi jangka sorong  pada Ulangan Tengah Semester hanya 37,5.
            Dengan keterbatasan peralatan itu maka perlu dilakukan inovasi dalam kegiatan pembelajaran jangka sorong, sehingga semua siswa dapat melakukan kegiatan secara bersama. Sebagai pengganti jangka sorong yang digunakan siswa dalam pembelajaran dibuatlah media bantu Penampang Jangka sorong.
Penampang Jangka sorong dapat dibuat menggunakan plastic transparan untuk presentasi guru di depan kelas. Dan juga dapat dibuat dengan menggunakan kertas sebagaimana gambar terlampir yang dapat dipakai siswa untuk belajar membaca hasil pengukuran menggunakan jangka sorong.
            Penampang Jangka Sorong dibuat untuk mempermudah pemahaman siswa dalam mempelajari cara menggunakan Jangka Sorong terutama cara membaca hasil pengukuran. Untuk membuat dan menggunakan Penampang Jangka Sorong diperlukan peralatan sebagai berikut :
1.                   Plastik Transparan
2.                   Spidol
3.                   OHP
Dalam membuat Penampang Jangka Sorong, pada plastik transparan digambar Penampang Jangka Sorong yang terdiri dari dua macam skala, yaitu skala utama dan skala nonius yang  dibuat pada plastik transparan atau kertas yang berbeda, agar dapat digerakkan atau dipindahkan sesuai dengan keinginan kita.
Untuk menggunakan Penampang Jangka Sorong diperlukan OHP dan Layar, Cara menggunakannya :
·      Letakkan Skala Utama Penampang Jangka Sorong pada OHP
·      Letakkan skala Nonius diatas skala utama.
·      Geser  skala nonius sesuai dengan pengukuran yang dilakukan
·      Hasil pengukuran diperoleh dengan menggabungkan penunjukkan skala utama dengan skala nonius.
Dengan menggunakan media bantu penampang jangka sorong, akan mempermudah bagi guru dalam mempresentasikan pada siswa bagaimana  cara pembacaan skala jangka sorong dengan lebih jelas, dan sekaligus untuk seluruh siswa di kelas. Jika tidak menggunakan media bantu penampang jangka sorong maka guru akan kesulitan menjelaskan kepada seluruh kelas secara langsung dan bersama karena alat ukur jangka sorong yang berukuran kecil.
Setelah siswa belajarmembaca skala jangka sorong menggunakan media bantu, siswa secara bergantian dapat menerapkan lansung menggunakan alat ukur yang sebenarnya

3.                  Proses Penilaian
Setelah melakukan presentasi cara membaca skala jangka sorong menggunakan media bantu, dan siswa telah mencoba menerapkan lansung menggunakan alat ukur yang sebenarnya, untuk melihat hasil yang dicapai siswa dalam belajar maka siswa mengerjakan soal – soal berikut :

TULISLAH HASIL PENGUKURAN PANJANG MENGGUNAKAN JANGKA SORONG BERDASARKAN GAMBAR BERIKUT !



 


 

4.                  Laporan Hasil Akhir Pembelajaran

Dengan menggunakan format penilaian diatas maka diperoleh hasil penilaian sebagaimana data berikut :
Tabel Hasil Penilaian Siswa Kelas VII A






C.    PENUTUP


Kesimpulan
            Berdarkan Uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa :
1)        Nilai Ujian/test siswa khususnya pada pembacaan alat ukur jangka sorong dapat meningkat.
2)        Siswa dapat atau terampil menggunakan dan membaca hasil pengukuran jangka sorong untuk kegiatan pengamatan atau percobaan dengan baik.
3)  Jumlah alat ukur yang dimiliki laboratorium sekolah terutama jangka sorong harus ditambah, agar pembelajaran siswa lebih lancer dan mencapai hasil yang lebih maksimal.
4)        Waktu yang diperlukan untuk membahas materi Pengukuran dalam Silabus dan RPP ditambah, agar penguasaan siswa terhadap masing-masing alat ukur dapat menjadi lebih baik.
5)        Keterbatasan alat yang dimiliki sekolah seharusnya tidak menghalangi siswa dalam kegiatan belajar, tapi menuntut kreatifitas guru dalam berinovasi dalam proses pembelajaran.

















DAFTAR RUJUKAN


Mohammad Nur, Prof. Dr.,Guru yang Berhasil dan Model Pengajaran Langsung, Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) Jawa Timur, 2005

Mohammad Nur, Prof. Dr.,Pembelajaran Kooperatif, Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) Jawa Timur, 2005

Tri Waluyo, M.Pd. Drs.,Teori-Teori Belajar, Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Jendral Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) Jawa Timur, 2006

Ali Saukah,M.A., Ph.D.,Pedoman Penulisan Karya Ilmiah, IKIP Malang, 1993

Wartono,Materi Pelatihan Terintegrasi Mata Pelajaran Sains, Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama, 2004

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22, Standar Isi,2006


Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23, Standar Kompetensi Lulusan,2006

Tidak ada komentar:

Posting Komentar